red_saucer
Jumlah posting : 17 Level Keaktifan : 50 Reputasi : 4 Join date : 17.06.11 Age : 35
| Subyek: Perkembangan Komunitas Tionghoa Kota Bandung Tue Jul 26, 2011 10:09 am | |
| Ijin share kebetulan nemu pas browsing skripsi. Groote postweg. Ketika VOC bangkrut, kekuasaan pemerintahan dialihkan pada kerajaan Belanda, kemudian ketika Belanda diduduki oleh Napoleon terbentuklah Republik Batavia Belanda. Dikirimlah pada tahun 1808 governor general Herman Willem Daendels ke Hindia Belanda. ) Untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan pulau Jawa terhadap kemungkinan serangan Inggris ia memerintahkan membangun jalan raya sepanjang pulau Jawa, Anyer- Panarukan.
Pekerjaan ini selesai dalam waktu 2 tahun dengan menelan banyak korban masyarakat yang dipaksa kerja Disebut sebagai groote postweg, kelak jalan raya ini berfungsi menjadi jalan utama bagi perkembangan kota-kota yang dilewatinya sepanjang pulau Jawa. Setelah jalan raya ini selesai perjalanan berkuda dari Batavia sampai Soerabaya dapat tercapai dalam 9 hari. Setiap 9km sepanjang jalan ini disediakan tempat beristirahat dan penggantian kuda. Berbarengan dengan pekerjaan ini Daendels juga memerintahkan pada bupati Wiranata Kusumah untuk memulai dibangunnya kota Bandoeng ditepi jalan raya tsb. Titik yang ditunjukan oleh Daendels kini menjadi patok km 0(nol) Bandung. Sedangkan lahan kampung berpenduduk yang paling tua di kota Bandung adalah Cikapundung kolot, Balubur, Babakan Bogor( Kebun kawung), Cikalintu (Cipaganti)
Gambar 1. Patok 0 km Kota Bandung
Daerah Priangan sejak pemerintahan VOC telah dipolakan secara khusus tertutup bagi para pendatang. April 1764 dikeluarkan larangan untuk etnis Tionghoa, Eropah atau pun kelompok lain yang bukan penduduk asli Priangan untuk masuk, dengan ancaman hukuman bagi yang melanggar.
Menurut catatan pada tahun 1809 hanya pemukim Tionghoa saja yang diijinkan berdagang beras, dan didaerah ini tertutup untuk yang lain. Tahun 1810 mulai dibangun wijk kusus hunian Tionghoa Chineesche kamp, disertai perintah bila ada penghuni yang tidak kembali lagi pada hari yang sama, maka akan ditahanlah 10 keluarga Tionghoa.
Keputusan diambil setelah terbukti warga Tionghoa berhasil memajukan kesejahteraan dan perdagangan di daerah Kedu dan vorstenlanden sekitarnya. Tidak tercatat di Bandung didaerah mana pemukiman awal ini terletak; tapi mungkin diperkirakan sebelah barat Alun-alun Bandoeng. Profesor Dr. Godee Molsbergen memperkirakan pasar pertama dibanguni di kampung Ciguriang, belakang Kepatihan sekarang; dibangun 1812 Pembentukan kampung kusus Tionghoa ini berdasarkan besluit tanggal 9 Juni 1810, bersamaan dengan kota-kota lain dikeresidenan Priangan: Cianjur, Parakan muncang, Sumedang, Sukapura, Limbangan dan Galuh. Tujuan utama dikeluarkannya penunjukan daerah pecinan ini adalah dalam usaha untuk memberdayakan tanah-tanah kosong yang tidak bisa ditanami kopi dan padi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menggiatkan perdagangan. Tahun 1821 Gubernur jendral GA van der Capellen mengeluarkan peraturan yang melarang bangsa Belanda , Eropah dan asing lain untuk menetap atau berdagang di daerah , dan terbakar ketika terjadi huru hara pada pertengahan abad 19. Kemudian mereka berkumpul lagi dan berdagang di sekitar Pasar Baroe
Priangan (9 Januari 1821, staatsblad no. 6 tahun 1821),Peraturan ini bertujuan agar perdagangan kopi dapat tetap dikendalikan hanya oleh pemerintah Hindia Belanda Juga selama masa itu ada hambatan lain berupa peraturan Hindia Belanda yang berawal dari tahun 1875, melarang penjualan tanah pertanian pribumi pada warga Tionghoa tetap berlaku.. Baru pada tahun 1852 keresidenan Priangan dinyatakan terbuka oleh Hindia Belanda bebas untuk para pedatang. Berbeda dengan kota-kota pesisir pantura Jawa dengan sejarah lebih lama dan lebih terbuka untuk pendatang etnis Tionghoa; hampir selalu dapat ditemukan daerah pecinan yang homogen, padat dan jelas batasannya, sedangkan didaerah Bandung- Priangan ini bagi etnis Tionghoa adalah daerah terahir yang dapat dimasuki dan dihuni. Sehingga periode sejarah yang singkat kurang meninggalkan jejak batas daerah tegas yang mudah dilihat secara kasat mata. Keadaan ini lebih meluas lagi setelah tahun 1911 ketika pemerintah Hindia Belanda mencabut semua larangan yang membatasinya. Demikianlah hingga daerah pecinan di Bandung hanya mempunyai sejarah yang singkat sampai saat Jepang masuk lalu dilanjutkan dengan kemerdekaan Indonesia, batasan daerah pecinan menjadi sangat tersamar tidak terlalu tegas.
Peraturan ini kemudian hari baru digantikan oleh peraturan agraria nasional pada masa pemerintahan Soeharto. Karena kegiatan utamanya bergerak dalam bidang perdagangan, komunitas Tionghoa cenderung bermukim disekitar pusat simpul (node) transportasi, perhubungan (jalan raya, jalan kereta api), setasiun kereta api dan pasar sebagai pusat perdagangan (Pasar Baroe ). Ciri khusus lainnya hunian Tionghoa berupa deretan bangunan yang menyambung sepanjang tepi jalan utama. Tempat berdagang dan tinggal bercampur, dinding muka masing-masing unit dapat dibuka lepas pagi hari ketika berdagang dan ditutup kembali sore hari ketika kegiatan berhenti,(dinding muka ruko demikian disebut: tiam tang,dian chuang 店 窗, bagian belakang atau lantai atas berfungsi untuk tempat tinggal (ruko horisontal atau vertikal).
Kemudian lingkungan kawasan dilengkapi dengan klenteng sebagai tempat aktifitas dan ibadat komunitas Tionghoa. Hunian bagi komunitas etnis Tionghoa yang intens demikian berakibat membentuk lingkungan kusus bercirikan typo-morphological patrimonial yang membedakannya dari bagian lingkungan kota lainnya. Gambar 2. Tampak depan Pasar Baroe tahun 1930
Pada peta kota Bandoeng tahun 1882 telah terlihat bangunan sepanjang Pangeran Soemedang weg (sekarang jl. Otista) dan Groote postweg( sekarang jl AA dan jl. Jend. Soedirman) berupa deretan pertokoan yang dimiliki oleh pengusaha pribumi yang tinggal disekitar pasar Baroe yang dikenal sebagai “saudagar Bandoeng”, “orang pasar”, “mandoran” menurut cerita rehrean urang pasar ini adalah keturunan prajurit dan senapati Pangeran Diponegoro yang mengungsi, banyak diantaranya berdagang kain batik dari Jawa tengah. . Dengan bangunan berlanggam gaya arsitektur dari tempat asalnya di Tiongkok.
Pada peta kota Bandoeng tahun 1995, terlihat pada beberapa kawasan kota terdapat beberapa nama jalan yang berkaitan erat dengan sejarah perkembangan kota bercirikan etnis Tiong Hoa. Beberapa nama jalan, Jl. Gwan An sekarang bernama Jl. Kerta Laksana, Jl. Tam-Long sekarang bernama Jl. Tamblong, Gg. Lun-An (Yap-Lun & Kok An) sekarang bernama Jl. Luna.
sumber : [You must be registered and logged in to see this link.]
|
|
BojepJoe
Jumlah posting : 366 Level Keaktifan : 797 Reputasi : 18 Join date : 16.05.11 Age : 35
| Subyek: Re: Perkembangan Komunitas Tionghoa Kota Bandung Thu Jul 28, 2011 8:04 am | |
| buset itu tamblong dari kata tam-long? haha maksa bgt gantinya.. ini sekarang pecinan bukan daerah deket trinitas situ ya, yg ada klentengnya..? |
|
red_saucer
Jumlah posting : 17 Level Keaktifan : 50 Reputasi : 4 Join date : 17.06.11 Age : 35
| Subyek: Re: Perkembangan Komunitas Tionghoa Kota Bandung Thu Jul 28, 2011 1:06 pm | |
| - BojepJoe wrote:
- buset itu tamblong dari kata tam-long? haha maksa bgt gantinya..
ini sekarang pecinan bukan daerah deket trinitas situ ya, yg ada klentengnya..? Keknya iya deh, kan jalan klenteng juga di deket situ. Teurtama kalo liat dari model-model rukonya mulai dari sepanjang jalan kebon jati sampai daerah pasar baru. |
|
BojepJoe
Jumlah posting : 366 Level Keaktifan : 797 Reputasi : 18 Join date : 16.05.11 Age : 35
| Subyek: Re: Perkembangan Komunitas Tionghoa Kota Bandung Thu Jul 28, 2011 1:11 pm | |
| oiya2... gw tadi malah mikir braga??! haha iya dari kebon jati situ pecinan semua. apalagi jalan yg kalo malem2 jualan masakan chinese semua tuh. |
|
Sponsored content
| Subyek: Re: Perkembangan Komunitas Tionghoa Kota Bandung | |
| |
|