“Hello guys, how’s life?”… “Everything is running good. And you?”… “Fine.”Itulah sepenggal percakapan yang terjadi antara seorang remaja dan teman-temannya. Mereka bercakap di sebuah warung sederhana di Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Jangan heran, jika di sana banyak orang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Desa Tulungrejo dan Singgahan, memang dikenal sebagai Kampung Inggris. Ketika mendengar kata “Kampung Inggris”, kamu akan berpikir itu adalah sebuah desa di mana tinggal orang-orang bule yang selalu berbahasa Inggris. Eits, jangan salah! Tak hanya remaja, pemilik warung hingga para pedagang di sana juga mampu berbahasa Inggris.
Ternyata, Kampung Inggris hanya julukan buat kedua desa itu. Warga yang tinggal di sana adalah asli orang Indonesia. Jadi, bukannya kampung tempat tinggal orang-orang bule. Di desa itu banyak penduduk setempat baik orang tua maupun muda berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
sepeda adalah transportasi umum - kampung inggris pare
Semuanya diungkapkan dengan bahasa Inggris. Tentu saja, tak semua warganya lancar berbahasa Inggris. Maklum, ada sebagian dari mereka baru belajar. Selain kosakatanya masih minim, pengucapannya juga terkesan berantakan. Namun, semangat mereka untuk bisa berbahasa internasional itu luar biasa. Itu pula sebabnya dua desa itu dijuluki “Kampung Inggris”.
Sejarah Kampung InggrisBagaimana ceritanya sebuah perkampungan kecil ini menjadi pusat pembelajaran bahasa Inggris terbesar di Indonesia? Pada tahun 1971 Pak Kalend belajar di Pondok Pesantren Modern Darusssalam, Gontor, Ponorogo. Di Gontor Kalend tidak sampai lulus hanya mengenyam pendidikan hingga kelas lima Kuliatul Muallimin Al Islamiyah (setara kelas dua SMA). Padahal saat itu usia Pak Kalend sekitar 31 tahun.
Sekitar tahun 1976, Pak Kalend datang ke Dusun Singgahan untuk belajar berguru kepada KH. Ahmad Yazid, tokoh agama setempat sekaligus pengasuh masjid dan Pondok Darul Falah. Kiai Yazid juga dikenal menguasai sembilan bahasa asing selain pengetahuan agama yang luas.
Sebenarnya Pak Kalend tidak sengaja memulai mengajar bahasa inggris. Saat itu ada dua mahasiswa semester akhir IAIN Sunan Ampel, Surabaya yang datang ke Pare untuk berguru bahasa inggris kepada Kiai Yazid. Kedua mahasiswa itu akan menjalani ujian akhir bahasa Inggris di kampusnya untuk mendapatkan gelar sarjana. Namun saat itu Kiai Yazid sedang keluar daerah, padahal ujian akhir tinggal lima hari lagi.
Akhirnya istri Kiai Yazid menyarankan mahasiswa tersebut untuk belajar bahasa Inggris kepada Pak Kalend. Pak Kalend pun memberanikan diri untuk mengajar dua mahasiswa itu, walau dia belum pernah mengenyam bangku kuliah. Akhirnya keduanya belajar bahasa Inggris bersama Kalend di Masjid Darul Falah selama lima hari untuk membahas 350 soal yang menjadi acuan untuk ujian bahasa Inggris dua mahasiswa itu.
Berbekal pelajaran dari Pak Kalend, kedua mahasiswa itu lulus dan menyandang gelar sarjana. Setelah ujian di IAIN Sunan Ampel Surabaya, kedua mahasiswa tersebut kembali berguru kepada Pak Kalend. Kisah sukses kedua mahasiswa itu lantas menyebar dari mulut ke mulut. Sejak saat itu banyak santri yang berguru kepada Pak Kalend. Akhirnya Pak Kalend mendirikan lembaga kursus yang diberi nama BEC, yang pada awalnya juga masih di serambi masjid. Pesertanya pun hanya remaja sekitar dan tanpa biaya.
Pak Kalend
Setelah BEC berdiri dan masyarakat luas mengetahui kampung inggris, bermunculan lembaga kursus lainnya yang berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Secara tidak langsung, penduduk sekitar sangat merasakan manfaat dari sisi ekonomi. Awalnya penduduk sekitar bermata pencaharian sebagai petani, sekarang penduduk dapat membuka usaha lain seperti rumah kos, warung, warnet, toko, counter handphone, fotokopi dan sebagainya.
Selain dari segi ekonomi dampak positif lainnya adalah tingkat pendidikan masyarakat makin tinggi, pengetahuan bahasa masyarakat secara tidak langsung juga bertambah.
Lulusan BerkualitasBegitulah perjuangan Pak Kallen yang pantang menyerah hingga mengantarkan BEC menjadi terkenal. Bahkan, lulusannya pun diakui kualitasnya. Hal inilah yang mengundang banyak pendatang dari seluruh Indonesia untuk belajar bahasa Inggris di sana. Sampai tidak ada tempat lagi di BEC untuk menampung para calon muridnya.
Nah, dari sinilah mulai bermunculan beberapa lembaga kursus baru untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Beberapa lulusan BEC tetap mengajar di sana dan sebagian lagi mendirikan lembaga kursus sendiri. Lembaga kursus yang didirikan pun semakin bervariasi, dari segi waktu, spesialisasi program, metode, serta harga.
Namun, tidak semua lulusan BEC memilih untuk mengajar dan mendirikan lembaga kursus sendiri. Ada juga yang buka warung, jualan bakso, soto, membuka tempat fotokopi, dan lainnya. Mereka semua bisa berbahasa Inggris. Itulah sebabnya, mengapa semua warga di sana bisa berbahasa Inggris.
Murah dan Cepat BisaSejumlah program yang ditawarkan juga beragam. Ada Grammar, Conversation, TOEFL, Pronunciation, dan sebagainya. Metode serta biayanya pun terjangkau tergantung program dan lamanya belajar. Untuk jadwal belajar, sehari bisa tiga hingga lima kali selama sebulan. Biayanya sekitar Rp150 ribu—Rp200 ribu.
salah satu Kos full english - kampung inggris pare
Mengingat kebanyakan yang datang dari luar daerah, disediakan pula sarana penginapan atau kos. Untuk tarif kursus dan kos, sekitar Rp400 ribu—Rp500 ribu per bulan. Biaya itu belum termasuk makan. Karena, biaya makan di sana relatif murah, berkisar antara Rp3 ribu –Rp5 ribu. Selama berada di desa itu pun diwajibkan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Dalam 3 bulan, dijamin sudah lancar berbahasa Inggris. Itulah alasannya banyak orang dari seluruh wilayah Indonesia beramai-ramai menuntut ilmu bahasa Inggris di Kecamatan Pare. Tertarik mencoba?